

Allah ﷻ berfirman,
قُلْ يَاعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟
عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ
يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Katakanlah
(Muhammad pada mereka bahwa Allah mengabarkan), ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang
telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus
asa dari Rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa-dosa.
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS
Az-Zumar: 53)
Ayat di atas menunjukkan betapa luasnya kasih sayang
dan ampunan Allah ﷻ. Karena itu, tidak sepantasnya seorang hamba berputus asa dari
rahmat-Nya. Sebanyak apa pun dosa yang pernah dilakukan, sebesar apa pun
kesalahan yang diperbuat, dan apa pun jenis dosanya, bahkan hingga dosa syirik
sekalipun, selama nyawa belum sampai di kerongkongan dan ia bertaubat kepada
Allah ﷻ, maka
niscaya Allah ﷻ akan mengampuninya.
Namun, meskipun demikian, kita tetap tidak boleh meremehkan
dosa. Jangan sampai ayat ini dijadikan alasan untuk terus melakukan maksiat.
Bukan begitu maksudnya. Justru, meremehkan dosa termasuk salah satu bentuk dosa
besar.
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu'anhu, siapa
yang tidak mengenal beliau? Beliau adalah sahabat Nabi ﷺ yang paling
mulia. Ia merupakan khalifah pertama dan sahabat yang paling rajin serta
terdepan dalam beramal saleh. Namun, meskipun demikian, beliau tetap diajarkan
oleh Nabi ﷺ untuk senantiasa mengingat dosa dan memohon ampun kepada Allah ﷻ atasnya.
Suatu
hari, Abu Bakar radhiyallahu’anhu pernah mendatangi Nabi ﷺ seraya
berkata,
يَا رَسُولَ اللهِ، عَلِّمْنِي دُعَاءً
أَدْعُو بِهِ فِي صَلَاتِي.
“Wahai Rasulullah, tolong ajari aku sebuah doa yang mana
doa tersebut bisa aku panjatkan di dalam salatku.”
Beliau
pun bersabda,
اللهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا
كَثِيرًا، وَلا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مِنْ عِنْدِكَ
مَغْفِرَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ.
“Ya
Allah, sesungguhnya aku telah banyak berbuat kesalahan, sementara itu tidak ada
yang bisa mengampuni dosa-dosaku kecuali Engkau. Maka dari itu, ampunilah aku. Sesungguhnya Engkau Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (HR Al-Bukhari no. 843).
Banyak di antara kita yang sering berbuat dosa, namun
jarang sekali atau bahkan tidak pernah menyadarinya. Akibatnya, kita
menunda-nunda taubat, atau bahkan tidak bertaubat sama sekali kepada Allah ﷻ. Lihatlah Abu
Bakar. Apa yang kurang dari beliau dalam hal amal saleh? Apa yang kurang dari
beliau dalam kedudukan di sisi Nabi ﷺ? Namun, beliau
tetap diajarkan oleh Rasulullah ﷺ untuk
senantiasa mengingat bahwa manusia adalah tempatnya salah dan dosa. Dengan
kesadaran itulah, beliau tidak lalai dari taubat dan istighfar kepada Allah ﷻ.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah
ﷺ pernah bersabda,
كُلُّ ابنِ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيرُ
الخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ.
“Setiap
anak keturunan Adam pasti melakukan kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang
melakukan kesalahan, adalah mereka yang mengiringi kesalahannya dengan taubat.” (HR
At-Tirmidzi no. 2499. Syekh al-Albani mengatakan bahwa hadis ini Hasan).
Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, dengan segala
keistimewaan yang beliau miliki, tetap tidak luput dari kesalahan. Suatu
ketika, beliau pernah marah besar kepada keponakannya, Misthah, yang selama ini
telah beliau nafkahi hingga dewasa. Mengapa Abu Bakar bisa marah kepadanya?
Sebab, Misthah turut menyebarkan fitnah yang menimpa putri beliau, Aisyah radhiyallahu’anha,
fitnah yang menuduh Aisyah telah berzina. Tuduhan itu sama sekali tidak terbukti.
Abu Bakar sangat marah. Saking marahnya, beliau sampai
bersumpah dan berjanji tidak akan lagi memberikan bantuan kepada Misthah. Pada saat itu, Allah ﷻ menegur
beliau dengan menurunkan wahyu-Nya,
ﵟوَلَا يَأۡتَلِ أُوْلُواْ ٱلۡفَضۡلِ
مِنكُمۡ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤۡتُوٓاْ أُوْلِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ
وَٱلۡمُهَٰجِرِينَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَلۡيَعۡفُواْ وَلۡيَصۡفَحُوٓاْۗ أَلَا
تُحِبُّونَ أَن يَغۡفِرَ ٱللَّهُ لَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٌﵞ
“Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan
kelapangan di antara kalian bersumpah, bahwa mereka tidak akan memberikan
bantuan kepada kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di
jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak
suka jika Allah mengampuni kalian? Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nur: 22)
Ketika mendengar ayat ini, Abu Bakar pun langsung merasa
bersalah. Beliau segera mencabut sumpahnya dan berjanji akan kembali membantu
Misthah memenuhi kebutuhannya.
Inilah Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu’anhu, seorang
khalifah pertama yang memiliki segudang keistimewaan, namun tetap rendah hati
ketika dirinya melakukan kesalahan. Beliau langsung sadar saat ditegur oleh
Allah ﷻ,
tidak membangkang, dan tidak membela diri. Berbeda halnya dengan sebagian dari
kita yang amalannya belum sebanding dengan Abu Bakar, tetapi saat ditegur,
dinasihati, atau diarahkan untuk tidak melakukan kesalahan, justru merasa tidak
bersalah.
Setiap manusia pasti pernah jatuh dalam dosa, itulah
sunnatullah. Tapi yang terbaik di antara mereka adalah yang selalu bangkit,
bertaubat, dan kembali kepada jalan-Nya.
Setelah kita mengetahui bahwa perbuatan dosa merupakan bagian dari catatan takdir Allah ﷻ, maka di antara sikap yang seharusnya kita miliki adalah dengan tidak meremehkan dosa. Mengapa? Karena...
Dosa itu berdampak buruk pada hati manusia, seperti
halnya racun yang menyerang tubuh. Setiap racun memiliki tingkatan sakit yang
berbeda-beda.
Selain itu, dosa juga bisa mendatangkan laknat.
Sebagaimana Iblis dilaknat oleh Allah ﷻ karena dosanya, yaitu hasad dan kesombongan terhadap Nabi
Adam ‘alaihis salam. Dosa juga bisa menjadi sebab datangnya bencana,
seperti banjir yang menenggelamkan kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam, angin
topan yang memporak-porandakan kaum ‘Aad, Fir’aun yang ditenggelamkan di laut,
dan Qarun yang dibenamkan ke dalam bumi bersama harta bendanya. Semua itu
terjadi karena dosa yang mereka lakukan.
Tak hanya itu, dosa juga bisa menjadi penyebab kelemahan
dan kekalahan. Hal ini pernah dialami para sahabat Nabi ﷺ dalam Perang
Uhud, ketika sebagian dari mereka tidak mematuhi perintah Rasulullah ﷺ. Akibatnya,
Allah ﷻ pun menakdirkan kekalahan bagi mereka.
Oleh karena itu, meskipun Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penerima taubat, jangan pernah meremehkan dosa! Baarakallahu fiikum.
Tulisan ini disadur dari kajian berjudul “Betah dengan Dosa” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).
Youtube Terbaru





Artikel Terbaru




