Kenapa bisa terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), apa sebabnya?
Salah satu penyebabnya adalah salah memilih pasangan. Sebelum menikah,
penting untuk melakukan taaruf, yaitu mengenali karakter pasangan. Kita perlu
tahu apakah pasangan kita bertakwa kepada Allah ﷻ.
Hasan Al-Basri pernah ditanya tentang memilih suami untuk putrinya, yang banyak
dilamar. Ia menekankan bahwa syarat utama dalam memilih adalah ketakwaan, bukan
harta atau ketampanan.
Ketika seseorang menikah tanpa dasar takwa, kemungkinan besar akan muncul
masalah. Seorang suami yang bertakwa tidak akan menzalimi istrinya, bahkan
tidak akan menyakiti orang lain. Dalam Islam, KDRT bukan hanya kekerasan fisik;
kekerasan verbal dan emosional pun termasuk.
Karakter
pasangan sering kali sulit diprediksi. Apa yang harus kita lakukan untuk
memastikan tujuan pernikahan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah tercapai?
Dalam memilih pasangan, kita harus lebih dari sekadar percaya pada CV. Kita perlu melakukan pemeriksaan dan mengenali sifat-sifat pasangan dengan lebih mendalam.
Perlu diingat, kita semua memiliki kekurangan. Dalam rumah tangga, tantangan pasti akan ada, dan kita harus siap untuk menghadapinya. Seperti yang diajarkan dalam Al-Qur'an,
وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ
أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ
بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
(QS. Ar-Rum: 21)
Bagaimana jika setelah menikah muncul masalah yang serius?
Jika masalah terjadi, kita harus ingat bahwa takdir Allah tidak pernah
salah. Meskipun ada kesalahan dalam pemilihan pasangan, itu merupakan ujian
dari Allah. Kita harus berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan sabar dan
penuh pengertian.
KDRT bukan hanya tentang fisik. Ada juga kekerasan psikologis yang bisa
melukai lebih dalam. Suami harus menjadi pemimpin yang bijak, bukan yang
menggunakan kekuatan fisik untuk mengatasi kesalahan istri.
Tentang sikap suami yang baik, yaitu memberikan nasihat dengan cara yang
lembut dan penuh kasih, Allah ﷻ berfirman,
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
(QS An-Nisa': 34)
Makna dari ayat di atas adalah ketika memberi
nasihat, seorang suami harus membungkusnya dengan cinta. Nabi ﷺ pun memberi contoh bagaimana cara memberi nasihat dengan penuh
kasih sayang.
Apakah ada cara lain apabila langkah kelembutan tidak ada efeknya, apa
yang harus dilakukan suami dalam situasi ini?
Jika setelah diberi nasihat istri tetap tidak mendengarkan, langkah
selanjutnya adalah menghindari tempat tidur untuk sementara waktu. Ini bukan
untuk menghukum, tetapi untuk menunjukkan keseriusan dalam memberi nasihat.
Jika semua cara telah dilakukan tetapi tidak ada perubahan, maka suami harus
mengingatkan diri sendiri dan istri bahwa hidup ini adalah pilihan.
Kebahagiaan dalam pernikahan adalah hasil dari usaha kedua belah pihak. Jika
suami dan istri saling memahami dan berusaha untuk membangun rumah tangga yang
baik, insya Allah, kehidupan mereka akan dipenuhi dengan ketenangan dan
kebahagiaan.
Bagaimana mengenai ikhtiar yang bisa dilakukan oleh istri untuk
memperbaiki hubungan ketika suaminya memiliki karakter yang keras atau
temperamental?
Kita perlu memahami bahwa setiap karakter pasangan berbeda-beda. Penting
bagi seorang istri untuk tidak membandingkan suaminya dengan orang lain.
Misalnya, jika istri melihat suami tetangganya lebih sabar, itu tidak adil
untuk suaminya. Suami istri harus saling memahami karakter satu sama lain, terutama
setelah bertahun-tahun menikah. Istri harus paham kapan suaminya marah dan apa
penyebabnya.
Misalnya, jika suami marah karena hal-hal kecil, seperti tidak segera
dibuatkan kopi, istri perlu memahami dan mencoba menghindari pemicu tersebut.
Suami yang temperamental harus didekati dengan penuh perhatian, dan istri bisa
memberikan nasihat tanpa menghinakan suami.
Memperbaiki perilaku suami bukan hanya dengan menyentuh masalah yang
terlihat, tetapi juga mengajak suami untuk kembali kepada iman dan akidah.
Istri seharusnya tidak hanya berfokus pada perilaku buruk, tetapi juga berusaha
memperbaiki salat suaminya. Ini penting karena salat adalah tiang agama. Jika
suami mendirikan salat dengan baik, insya Allah perilakunya pun akan membaik.
Juga, istri tidak boleh memancing kemarahan suami. Jika suami sudah
temperamental, jangan sekali-kali memprovokasi atau melakukan tindakan yang
bisa membuatnya semakin marah. Sebagai contoh, ketika suami di PHK oleh perusahaan dia bekerja, ke sana ke mari tak mendapatkan pekerjaan baru, kemudian muncul kebiasan baru setiap hari asyik
bermain game, istri sebaiknya tidak menarik handphone-nya secara tiba-tiba. Hal
ini hanya akan membangunkan “serigala” dalam diri suami.
Bagaimana jika
KDRT sudah terjadi secara berulang, apa yang bisa dilakukan istri?
Jika KDRT terus berlanjut meskipun istri telah berusaha memberi nasihat
dengan baik, maka istri harus mempertimbangkan untuk mencari bantuan dari pihak
ketiga, seperti ustadz atau mediator yang bijak. Namun, sebaiknya jangan
terburu-buru melaporkan kepada orang tua, karena seringkali orang tua akan
lebih cenderung membela anaknya dan bisa berakibat pada perpisahan.
Jika istri masih berharap untuk memperbaiki rumah tangga, langkah pertama
adalah mencari dukungan dari orang yang berpengalaman dan beriman. Namun, jika
semua usaha sudah dilakukan dan tidak ada perubahan, maka istri harus
memikirkan untuk tidak melanjutkan rumah tangga yang tidak sehat.
Mempertahankan rumah tangga dalam kondisi yang tidak baik justru bisa
merusak anak-anak. Allah berfirman dalam Al-Quran,
فَإِنْ
خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا
افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ
اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya (berpisah –pen). Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.”
(QS Al-Baqarah: 229)