

Bekerja bukan hanya soal mencari nafkah. Di balik rutinitas dan kesibukan
kantor, ada ujian besar yang tak terlihat, yaitu menjaga hati, pandangan, dan
integritas diri. Tempat kerja, yang tampak profesional, ternyata bisa jadi
ladang godaan, terutama saat batas-batas moral mulai longgar.
Beberapa waktu lalu,
media sosial diramaikan dengan fakta-fakta mengejutkan: kantor menjadi
salah satu tempat paling rawan terjadi perselingkuhan. Cerita-cerita
bermunculan, dari atasan yang menjalin hubungan dengan staf, hingga rekan kerja
yang sudah berkeluarga, tetapi berperilaku layaknya sepasang kekasih. Tampaknya,
setelan rapi dan suasana formal kadang menyamarkan bahaya yang mengintai.
Salah satu media
bahkan menyebut daftar profesi paling rentan terhadap perselingkuhan: dari
keuangan, penerbangan, kesehatan, hukum, hingga komunikasi. Umumnya,
profesi-profesi ini menuntut kerja sama tim, jam kerja yang panjang, dan mobilitas
tinggi, semua ini membuka ruang interaksi yang intens, bahkan terkadang tanpa
batas.
Fakta lebih
mengejutkan datang dari survei yang dilakukan pada tahun 2022 oleh SHRM
(Society for Human Resource Management), merwka mengatakan bahwa 77% responden mengaku pernah
menjalin hubungan asmara di kantor, dan dari jumlah itu, 59% mengaku pernah
melakukan hubungan seksual dengan rekan kerja.
Tak berhenti di situ, survei yang sama juga mengungkap bahwa 75%
responden pernah terlibat hubungan romantis dengan rekan kerja, 67% mengenal
seseorang yang berselingkuh, dan 76% merasa nyaman melihat hubungan asmara
terjadi di lingkungan kerja.Ketika maksiat dianggap biasa, saat itulah nurani mulai
kehilangan arah.
Dari sudut pandang
sosial, seorang sosiolog dari
Universitas Sebelas Maret menyebutkan bahwa kebanyakan kasus ini berakar
dari komunikasi yang hambar dalam rumah tangga. Hubungan profesional berubah
jadi personal ketika seseorang merasa lebih “nyambung” dengan rekan kerja
ketimbang pasangan sendiri.
Padahal, jika
kita kesampingkan dulu dari nilai agama, perselingkuhan tetaplah sebuah bentuk
pengkhianatan. Ia merusak kepercayaan, menghancurkan komitmen, dan menyakiti
keluarga. Namun, jika dilihat dari kacamata iman, maka ini bukan hanya berkhianat
pada pasangan, tetapi juga terhadap ikatan suci yang disaksikan Allah.
Pertanyaannya adalah: mengapa kita bisa begitu
profesional dalam pekerjaan, tetapi gagal untuk profesional dalam menjalankan
syariat Tuhan?
Allah telah
memperingatkan dengan sangat tegas,
ﵟوَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ
سَبِيلٗاﵞ
"Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’: 32)
Nabi ﷺ juga bersabda,
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ
“Tidaklah orang yang berzina saat ia berzina dalam keadaan ia mukmin.” (HR Bukhari, no. 6810)
Zina bukan hanya dosa
besar, tetapi juga tanda lemahnya iman. Bahkan, saat zina terjadi, iman seakan keluar
dari diri pelakunya. Karena itu, Allah tak hanya melarang zina, tetapi juga
segala jalan yang menuju ke sana, tatapan, candaan, atau interaksi yang tak lagi
terjaga dengan yang bukan mahrom.
Dalam Islam, wanita
dimuliakan sebagai penjaga rumah tangga. Bukan karena direndahkan, tetapi karena
perannya sangat mulia. Bila seorang perempuan memilih bekerja, itu sah-sah saja
selama tetap menjaga batasan syar’i dan tidak mengabaikan peran utamanya sebagai
istri dan ibu. Namun, pekerjaan tak boleh menjadi celah masuknya fitnah atau
alasan untuk mengorbankan kehormatan.
Allah berfirman,
ﵟوَقَرۡنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجۡنَ تَبَرُّجَ ٱلۡجَٰهِلِيَّةِ
ٱلۡأُولَىٰۖ ﵞ
"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu." (QS Al-Ahzab: 33)
Ini bukan larangan
mutlak bagi perempuan untuk keluar rumah, tetapi peringatan agar tidak meninggalkan fitrah dan nilai
kehormatan. Karena itu, jika perempuan harus bekerja, pastikan niatnya benar,
tempatnya aman, dan peran utama dalam keluarga tetap terjaga.
Sebaliknya, bagi
laki-laki, jangan jadikan istri sebagai tulang punggung keluarga. Penuhi
tanggung jawabmu sebagai suami dengan menafkahi, melindungi, dan menghormati
perjuangannya. Jangan sampai kelelahan istrimu di tempat kerja justru jadi
alasan bagimu tergoda oleh wanita lain.
Di tengah dunia kerja
yang penuh tekanan dan godaan, seorang profesional sejati adalah mereka yang
tak hanya bagus dalam kinerja, tetapi juga kuat menjaga diri. Bukan hanya piawai
dalam tugas, tetapi juga kokoh dalam menahan pandangan dan menjaga akhlak.
Ketika nilai agama
dijadikan dasar dalam bekerja, maka lingkungan kerja akan lebih sehat, nyaman,
dan berkah. Semoga Allah menjaga kita semua dari fitnah dunia kerja, menguatkan
hati untuk tetap jujur, bersih, dan teguh dalam prinsip iman. Aamiin.
Tulisan ini disadur dari kajian berjudul “Menjaga Hati & Pandangan Dalam Profesionalisme Kerja” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).
Youtube Terbaru





Artikel Terbaru




