Keseimbangan dalam Hubungan Ranjang Suami Istri
Keseimbangan dalam Hubungan Ranjang Suami Istri

Di beberapa negara yang tidak mengenal agama, beranggapan bahwa tidak perlu menikah untuk berhubungan seksual. Di tempat mereka, malam pernikahan justru dianggap sebagai malam penguburan cinta. Nikah bagi mereka hanya legalitas untuk melegalkan hubungan seksual yang sudah dilakukan sebelumnya.

Dalam Islam, untuk membahas al-jimak (hubungan seksual) saja, ada banyak langkah yang harus dilalui. Pertama, kita harus memahami bagaimana proses khitbah (lamaran). Kita juga perlu tahu syarat dan ketentuan pernikahan, termasuk mahar yang harus dibayarkan, sebelum memasuki pembahasan tentang seks.

Allah menciptakan manusia dengan syahwat, dan syahwat yang tidak disalurkan dengan benar—misal, seks bebas—dapat menjadi penyakit. Solusi untuk menghindari penyakit akibat menahan syahwat adalah puasa. Dengan puasa, seseorang dapat mengontrol keinginannya dan mendekatkan diri kepada Allah . Allah menyebutkan bahwa puasa adalah ibadah yang khusus, dan pahalanya akan diberikan langsung oleh-Nya. Rasulullah bersabda,


كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ، الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

"Setiap amal anak Adam dilipatgandakan, satu kebaikan mendapat sepuluh kali lipatnya, kecuali puasa, karena itu adalah untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya."

(HR al-Bukhari no. 1894 dan Muslim no. 1151)

 

Rasulullah menjelaskan bahwa menghubungi istri merupakan sedekah. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan suami istri bukan hanya tentang pemenuhan syahwat, tetapi juga merupakan ibadah yang membawa pahala. Bagaimana jika istri menolak untuk diajak di ranjang? Rasulullah bersabda,


إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ، فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ، لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya, tetapi ia menolak untuk datang, maka malaikat melaknatnya hingga pagi.'"

(HR Al-Bukhari no. 3237 dan Muslim no. 1436)


Hadis yang telah disampaikan di atas mungkin membuat para perempuan merasa bahwa mereka yang dilaknat. Namun, bagaimana jika suami yang tidak memuaskan istrinya? Allah berfirman,


وَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۖ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

"Istri-istri kalian itu memiliki hak yang setara dengan kewajiban mereka. Dan bagi para suami, ada derajat tersendiri."

(QS Al-Baqarah: 228)


Memang tidak ada hadis yang menjelaskan bahwa laki-laki akan dilaknat oleh malaikat ketika menolak permintaan istrinya. Namun, ayat ini menegaskan bahwa istri-istri memiliki hak yang setara dengan kewajiban mereka. Kewajiban istri adalah melayani suaminya; jika suami meminta, maka itu menjadi kewajibannya.

Namun, perlu diingat bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki seringkali memerlukan sesuatu untuk dibangunkan, dan kadang kala, ketika mereka lelah, mereka tidak bisa memenuhi permintaan tersebut. Namun, perempuan, dalam banyak kondisi, biasanya masih bisa melayani, meskipun mereka capek atau lelah.

Para suami jangan lantas berpikir, "Saya pemimpin, jadi terserah saya kapan saya mau menghubungi dia." Ingatlah bahwa istri juga memiliki hak sesuai dengan kewajibannya.

Lalu, apakah hanya laki-laki yang syahwatnya harus dipenuhi?

Umar bin Khattab radhiallahu anhu, saat berkeliling di malam hari, mendengar seorang perempuan bersenandung di tengah malam karena merindukan suaminya.


تطاول هذا الليل واسود جانبه ... وأرقني إذ لا حبيب ألاعبه

فلولا الذي فوق السماوات عرشه ... لزُعزع من هذا السرير جوانبه
"Malam kelabu yang terasa begitu panjang dan sunyi membuatku tak bisa tidur karena tak ada kekasih yang menemani.
Andai bukan karena (rasa takut kepada) Yang Maha Tinggi, niscaya akan berguncang keras ranjangku ini."


Setelah kejadian tersebut Umar bertanya kepada Hafshah berapa lama kesabaran perempuan dapat bertahan ketika suaminya sedang tidak bersamanya. Hafshah berkata, "Sekitar empat atau enam bulan." (al-Mushannaf li Abdirrazzaq ash-Shan'aniy no. 12594)

Hal ini menggambarkan bahwa perempuan juga memiliki syahwat dan membutuhkan perhatian dari suami.

Maka, penting bagi suami untuk menyadari tanggung jawabnya dalam memenuhi hak istri. Apabila ada masalah dalam hubungan, seperti ketidakpuasan istri, sebaiknya dibicarakan dengan baik dan dicari solusinya. Dalam Islam, seorang istri berhak untuk mengajukan cerai jika suaminya tidak memenuhi haknya.

Jadi, kita harus memahami pentingnya saling menghormati dalam rumah tangga, serta bagaimana hubungan yang sehat antara suami dan istri dapat menjadi jalan menuju kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup. Barakallahu fiikum.

 

(Sumber tulisan diambil pada kajian: Seputar Masalah Ranjang - Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. di Masjid Abdillah, Jember. Rabu, 21 Rabiul Awwal 1446 H / 25 September  2024)