

Bagaimana cara kita meraih akhlak yang mulia untuk diri
sendiri dan keluarga? Berikut beberapa cara yang bisa diusahakan:
1.
Memperbaiki Aqidah
Semua Nabi dan Rasul, hal pertama yang mereka dakwahkan
adalah tauhid, yaitu memperbaiki keimanan umat mereka. Ayat-ayat yang
turun di Kota Makkah sebagian besar berkaitan dengan akidah. Jika akidah
seseorang telah diperbaiki, maka insyaAllah aspek kehidupan lainnya akan ikut
baik. Namun, jika akidahnya tidak benar, maka akhlaknya pun akan terpengaruh.
Meskipun dia tampak baik dan sangat ramah, kadang-kadang kebaikan itu dilakukan
bukan karena keimanan kepada Allah, tetapi hanya untuk mendapatkan balasan di
dunia. Allah ﷻ berfirman,
ﵟوَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـٔٗاۖ
وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗا وَبِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ
وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ
بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا
يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالٗا فَخُورًاﵞ
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apa pun. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat,
Ibnu Sabil, serta hamba sahaya yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.” (QS An-Nisa: 36)
Allah memulai
perintah-Nya dengan keimanan, kemudian memerintahkan untuk memurnikan ibadah
hanya kepada-Nya, lalu Allah perintahkan untuk berbuat baik kepada orang lain.
Hal ini menunjukkan eratnya hubungan antara akidah dan akhlak seorang muslim.
2.
Berdo’a kepada Allah
Berdoalah,
mintalah, dan mohonlah kepada Allah agar diberikan akhlak yang baik, diberikan
perilaku yang mulia. Mintalah kepada
Allah ﷻ dengan penuh ketulusan, serahkan segalanya kepada-Nya. Sebab,
akhlak mulia merupakan salah satu karunia-Nya. Sebagaimana do’a Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan
oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu `anhu yang beliau baca ketika sholat
malam,
اللَّهُمَّ! أنت الملك لا إله
إِلَّا أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ. لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا
أَنْتَ. وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا. لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا
أَنْتَ.
"Ya
Allah! Engkaulah Raja, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Tunjukilah aku kepada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang
dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan jauhkanlah dariku akhlak yang buruk,
karena tidak ada yang dapat menjauhkannya dariku kecuali Engkau." (HR Muslim, no. 771)
3.
Melaksanakan ibadah
Ketahuilah, bahwa seluruh perintah Allah ﷻ jika kita perhatikan dalam rukun Islam,
semuanya mengandung maslahat (kebaikan) bagi hamba-Nya. Ibadah yang dilakukan
oleh seorang hamba memiliki banyak hikmah, salah satunya adalah memperbaiki
akhlak. Coba kita perhatikan sholat
lima waktu, Allah ﷻ
berfirman,
ﵟٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ
وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَﵞ
“Bacalah
(Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan
tegakkanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan
mungkar. Sungguh, mengingat Allah (sholat) itu lebih besar (keutamaannya
daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Ankabut:
45)
Sholat lima waktu memiliki peran penting dalam membersihkan
hati. Asalkan dikerjakan dengan benar, sholat bisa mengubah akhlak seseorang.
Semakin rajin seseorang beribadah, maka akan tampak perubahan dalam dirinya dan
akan muncul berbagai kebaikan. Sholat juga mencegah dari perbuatan keji dan
mungkar. Dengan demikian, ibadah sholat berfungsi sebagai pelindung dan penjaga
bagi diri kita.
4.
Menuntut ilmu
Ingin memiliki
akhlak yang baik? Maka kita perlu belajar. Sebab, ilmu akan berdampak besar
terhadap kehidupan seseorang. Ilmu adalah cahaya yang menerangi seseorang dalam
menapaki jalan kebenaran. Namun, perlu diingat bahwa ilmu bukanlah tujuan
akhir, melainkan sarana untuk memperbaiki diri. Seseorang yang memiliki ilmu
tetapi tidak mengamalkannya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat. Diceritakan
bahwasanya ibu Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata kepada anaknya,
"يَا بُنَيّ! خُذْ، هَذِهِ عَشَرَةَ دَرَاهِم،
وَتَعَلَّم عَشَرَةَ أَحَادِيْث، فَإِذَا وَجَدتَهَا تُغَيِّر فِي جَلْسَتِكَ وَمَشْيَتِكَ
وَكَلَامِكَ مَعَ النَاسِ، فَأَقَبِل عَلَيْه، وَأَنَا أُعِينُكَ بِمغزلي هَذَا وَإِلَّا
فَاترُكْهُ، فَإِنّي أَخْشَى أَنْ يَكُونَ وَبَالاً عَلَيكَ يَوْمَ القِيَامَةِ"
"Wahai
anakku, ambillah sepuluh dirham ini dan pelajarilah sepuluh hadits. Jika kamu
mendapati bahwa ilmu tersebut mengubah cara dudukmu, cara berjalanmu, dan
ucapanmu kepada orang lain, maka lanjutkanlah menuntut ilmu itu. Aku akan
membantumu dengan memintal benangku ini. Namun, jika tidak, tinggalkanlah,
karena aku khawatir ilmu itu akan menjadi bencana bagimu pada hari
kiamat." (Waratsatul Anbiya, hlm. 37)
5.
Profesi
Allah ﷻ mengajarkan Nabi Musa untuk menggembala kambing selama sepuluh
tahun. Salah satu hikmah dari hal ini adalah untuk memperbaiki karakter dan
mempersiapkannya menjadi seorang Nabi. Nabi Musa, yang hidup di istana Firaun
selama 30 tahun, tak bisa lepas dari pengaruh lingkungan tersebut. Oleh karena
itu, Allah mempersiapkannya melalui menggembala kambing, yang mengajarkan
kesabaran dan memperbaiki sikap serta perilakunya.
Demikian pula anak-anak
kita, kadang perlu mengalami hal serupa, seperti menggembala kambing, untuk
melatih kesabaran dan mengubah sikap serta perilaku mereka. Ini adalah bagian
dari proses pendidikan yang penting dalam membentuk karakter mereka.
6.
Teman
Selain lingkungan,
pergaulan juga sangat berpengaruh. Kadang, meskipun lingkungan sekitar kita
baik, tetapi jika kita memiliki teman di kantor yang tidak baik, hal itu tetap
bisa memberikan pengaruh negatif. Sebaliknya, jika kita berteman dengan
orang-orang yang rajin mengaji, senantiasa mengingatkan kepada ketaatan, rutin
menjalankan puasa sunnah dan sholat sunnah, maka pergaulan seperti itu akan
membawa pengaruh positif bagi diri kita. Teman yang baik dapat mendorong kita
untuk menjadi lebih baik dalam ibadah dan akhlak.
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ
مَنْ يُخَالِلُ
“Agama
seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Maka hendaklah kalian melihat
siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR Abu Daud,
no. 4833, dihasankan oleh Syekh Al-Albani)
Tulisan ini disadur dari video pendek berjudul “Menghiasi DIri dan Keluarga dengan Akhlak Terpuji” yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).
Youtube Terbaru





Artikel Terbaru




