Kisah Taubatnya Seorang Pembunuh
Kisah Taubatnya Seorang Pembunuh

Kita semua adalah manusia yang berlumuran dosa. Berapa banyak manusia yang pagi harinya bertobat, tetapi pada malam harinya kembali melakukan dosa. Terkadang seseorang berpikir,

“Aku ingin bertaubat, hanya saja dosaku terlalu banyak. Aku ingin berubah, tetapi mungkinkah Allah mengampuni dosa-dosaku?”

Yang perlu kita ketahui, bahwa rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Kita tidak boleh berputus asa dari Rahmat-Nya. Karena hal itu merupakan dosa besar, seakan menganggap Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Padahal, Allah Maha Pengampun lagi Maha Pemurah.

 

Kisah Taubat Orang yang Membunuh 100 Nyawa

Rasulullah bersabda,

 

"كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكمْ رَجُلٌ ‌قَتَلَ ‌تِسْعَةً ‌وتِسْعينَ ‌نَفْسًا، فَسَأَلَ عَنْ أعْلَمِ أَهْلِ الأرضِ، فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَأَتَاهُ. فقال: إنَّهُ ‌قَتَلَ ‌تِسعَةً ‌وتِسْعِينَ ‌نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوبَةٍ؟ فقالَ: لا، فَقَتَلهُ فَكَمَّلَ بهِ مئَةً، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرضِ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ. فقَالَ: إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فقالَ: نَعَمْ، ومَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وبَيْنَ التَّوْبَةِ؟ انْطَلِقْ إِلى أرضِ كَذَا وكَذَا فإِنَّ بِهَا أُناسًا يَعْبُدُونَ الله تَعَالَى فاعْبُدِ الله مَعَهُمْ، ولَا تَرْجِعْ إِلى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أرضُ سُوءٍ، فانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ، فاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ ومَلائِكَةُ العَذَابِ. فَقَالتْ مَلائِكَةُ الرَّحْمَةِ: جَاءَ تَائِبًا، مُقْبِلًا بِقَلبِهِ إِلى اللهِ تَعَالَى، وقالتْ مَلائِكَةُ العَذَابِ: إنَّهُ لمْ يَعْمَلْ خَيرًا قَطُّ، فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ في صورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ - أيْ حَكَمًا - فقالَ: قِيسُوا ما بينَ الأرضَينِ فَإلَى أيّتهما كَانَ أدنَى فَهُوَ لَهُ. فَقَاسُوا فَوَجَدُوهُ أدْنى إِلى الأرْضِ التي أرَادَ، فَقَبَضَتْهُ مَلائِكَةُ الرَّحمةِ". مُتَّفَقٌ عليه.

Dahulu, di kalangan orang-orang sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Lalu ia bertanya tentang siapa orang yang paling berilmu di muka bumi ini. Kemudian ia diberitahu tentang seorang ahli ibadah (rahib).

Ia pun mendatanginya dan berkata, "Aku telah membunuh sembilan puluh sembilan nyawa, apakah masih ada kesempatan bagiku untuk bertaubat?" Rahib itu menjawab, "Tidak ada." Mendengar itu, dia pun membunuh rahib tersebut, sehingga lengkaplah korbannya menjadi seratus orang.

Setelah itu, ia kembali bertanya tentang siapa orang yang paling berilmu. Ia pun ditunjukkan kepada seorang ulama. Ia mendatangi ulama tersebut dan berkata, "Aku telah membunuh seratus orang. Apakah masih ada kesempatan untuk bertaubat?"

Ulama itu menjawab, "Ya, tentu ada! Dan siapa yang menghalangi dirimu dari bertaubat? Pergilah ke negeri ini dan itu, karena di sana ada orang-orang yang menyembah Allah. Beribadahlah bersama mereka dan jangan pernah kembali ke negerimu, karena itu negeri yang buruk."

Maka laki-laki itu pun berangkat menuju negeri tersebut. Namun, di tengah perjalanan, ia meninggal dunia. Akhirnya, terjadilah perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat adzab.

Malaikat rahmat berkata, ‘Orang ini datang dalam keadaan bertaubat dengan menghadapkan hatinya kepada Allah.’ Namun, malaikat adzab berkata, ‘Orang ini belum pernah melakukan kebaikan sedikit pun.’

Lalu datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia, mereka pun sepakat untuk menjadikan malaikat ini sebagai penengah atas perselisihan mereka. Malaikat ini berkata, ‘Ukurlah jarak kedua tempat tersebut, Mana yang paling dekat, maka dialah yang berhak atas orang ini.’

Lalu mereka pun mengukur jarak kedua tempat tersebut, dan mereka dapati bahwa orang ini lebih dekat dengan tempat yang ia tuju. Akhirnya, ruh pun diambil oleh malaikat rahmat. (Riyadush Shalihin, no. 20).

 

Dalam kisah ini, Rahib adalah orang yang ahli ibadah dari kalangan Bani Israil. Ia datang menemui Rahib tersebut, bercerita tentang kondisi dirinya, untuk mendapatkan solusi. Allah juga memerintahkan kita untuk bertanya ketika tidak mengerti suatu hal. Kemudian dia bunuh Rahib tersebut karena jawabannya. Ketika seorang pelaku dosa ingin bertaubat dan ternyata ia dapati pintu taubat sudah tertutup, apa yang dia lakukan? Melanjutkan dosanya kembali.

 

Namun, Allah lembutkan hatinya untuk kembali bertanya. Kali ini yang ia datangi adalah seorang ahli ilmu. Kita ketahui, bahwa orang yang ahli ibadah adalah orang baik, tetapi kebaikannya hanya untuk dirinya sendiri. Adapun orang yang alim, derajatnya lebih tinggi daripada ahli ibadah.

 

Rasulullah pernah memberikan perumpamaan antara keduanya, bahwa keutamaan orang yang berilmu dibandingkan orang yang ahli ibadah, seperti bulan purnama di malam hari yang menyinari bumi. Sedangkang orang yang ahli ibadah seperti bintang-bintang di malam hari, hanya menyinari dirinya sendiri. Orang yang berilmu, insyaAllah akan memberikan banyak manfaat kepada orang lain, karena dia paham mana yang benar dan mana yang salah.

 

Setelah mengutarakan permasalahannya, orang yang berilmu memberikan angin segar kepada laki-laki tersebut, dan lebih dari itu, ia bahkan memberikan solusi agar ia bisa keluar dari masalah yang ia hadapi, yaitu segera bertaubat dan berhijrah ke negri yang lebih baik. Sebagaimana firman Allah ,

 

ﵟوَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡﵞ 

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu…” (QS Ali Imran: 133)

 

Namun, ditengah perjalanan, ajal menjemputnya. Allah mentakdirkannya lebih dekat dengan negeri yang ia tuju, dalam riwayat lain disebutkan, bahwa perbedaan jarak antara kedua tempat hanya satu jengkal. Sehingga Allah mengampuni dosanya.

 

Oleh karena itu, kita yang masih diberikan kesehatan oleh Allah , dan masih diberikan kesempatan hidup, janganlah menunda amal shalih, janganlah menunda untuk bertaubat, karena kita tidak tahu kapan kita akan dijemput oleh malaikat maut, tidak ada yang tahu, apakah Allah akan memberi kita umur yang panjang atau tidak.

 


Tulisan ini disadur dari serial kajian kitab Riyadus Sholihin karya Imam Nawawi "Bab Taubat – Pertemuan 1" yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. (dosen di Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafi'i / STDIIS, Jember).